Cerpen ini dibuat 8 tahun yang lalu, ini harta karun.
Saat-saat dimana gue masih alay-alaynya nulis dan lebay banget nulisnya. Wk,
tapi harus gue akui tulisan-tulisan gue yang dulu jauh lebih sesuatu.
Ku persembahkan padamu, cerpen lamaku dengan sedikit
perubahan;
Sekolah Ku Berhantu
Setelah
UNAS selesai berlangsung, SD Lestari mengadakan persami di sekolah untuk
kenang-kenangan terakhir mereka di SD. Tentu saja semua murid kelas 6 sangat
senang, karena jarang-jarang persami bareng sama teman seangkatan. Acara
persami itu adalah acara perpisahan sebelum rekreasi. Seperti persami pada
umumnya, ada acara api unggun. Semua murid sangat senang. Tetapi malam itu, ada
sebuah peristiwa yang tidak pernah bisa mereka lupakan.
Pukul 12.00
tepat jerit malam dimulai. SaFaRi (Sari, Farah, Insan) kebagian uji nyali di
lapangan belakang sekolah. D’NiMelCa (Dewanty, Nia, Melisa dan Caca)kebagian di
Aula, sedangkan PAZ (Putri, Adit, Zhafira) kebagian di dalam kelas 6D.
Sementara itu diluar sekolah….
Rupanya
setan-setan telah berkumpul, ketua dari setan-setan itu adalah kepala buntung.
Setelah bermusyawarah, akhirnya mereka menentukan tugas masing-masing untuk
mencari tumbal. Dan sebagai langkah awal, Kepala Buntung menyamar menjadi
tukang nasi goreng.
Di pos
satpam, satpam sekolah yang berjumlah dua orang. Bernama pak Prapto dan Pak
Fadhillah sedang berjaga-jaga. Karena lapar, Pak Prato pun ijin membeli nasi
goreng. Lalu, Pak Prapto memanggil tukang nasi goreng yang tak lain adalah
hantu kepala buntung. Pak Prapto yang tak tahu, tentu membeli. Lalu ia
membelikan Pak Fadhillah nasi goreng. “kasihan pak Fadhillah, pasti lapar” ,
ujarnya dalam hati.
Beberapa
menit berlalu, pak prapto yang merasa bosan karena nasi gorengnya nggak
jadi-jadi mulai mengajak tukang NasGor itu mengobrol.
“gimana pak jualannya hari ini?, laris?”
Tukang NasGor itu menganguk.
“udah lama pak jualan nasi gorengnya?”
Tukang NasGor menggeleng
“sejak kapan bapak jualannya?”
Tukang NasGor itu lalu berhenti dari kegiatan memasaknya dan
menatap Pak Prapto dalam-dalam.
“sejak saya mencari tumbal”
Lalu kepala buntung mencabut kepalanya,darahnya muncrat ke baju
seragam Prapto yang putih. Lalu kepala bunting itu mendekat, Pak Prapto yang
ketakutan tak dapat menggerakkan badannya sedikitpun. Lalu dengan sadis, kepala
bunting itu menarik kepala Pak Prapto hingga putus. Pak Prapto pun mati
seketika.
Di aula,
D’NiMelCa masih santai-santai. Namun, ketika mereka sedang sibuk dengan
kegiatan masing-masing. Tiba-tiba Dewanty melihat kuntilanak, itu benar-benar
setan asli. Reflex Dewanty ketakutan, dan lapor kepada teman temannya.
“Alah.., paling-paling itu Cuma guru”
“iya, penakut banget sih kamu!?”
Melisa dan Nia gak percaya.
Tak lama kemudian, Ella darah. Pertama ia kira hanya air yang
entah jatuh darimana, tapi lama-lama darah itu menetes di hidung Ella, ia
kaget. Dan lapor pada Cha-cha, Cha-cha mengamati dan mencium darah itu , bau
amis. Cha-cha langsung percaya dan bergidik ngeri. Lalu mereka memberitahu
teman-temannya.
“gaes, aku kejatuhan darah nih!”, kata Ella
“masa sih? Darahnya siapa?”, ujar Dewanty cuek
“gatau…”
“udah deh jangan boong, bikin takut aja”, ujar Melisa kesal
“tapi emang bener, baunya aja amis”, Cha-cha akhirnya angkat
bicara.
Melisa dan Dewanty yang tak percaya malah mengabaikan ucapan Ella
dan Cha-cha. Sampai akhirnya…darah berjatuhan dari atap. Mereka bersama-sama
berteriak sambil berlari. Kuntilanak itu tertawa dengan centil.
Di dalam
kelas, Putri, Adit, Zhafira lumayan tegang. Tiba-tiba ada suara tertawa
cekikikan. Mereka kaget, dan tiba-tiba keluar banyak hantu. Kuntilanak, sundel
bolong, pocong dan….kepala buntung!. Mereka ketakutan karena semua yang ada
disitu keluar melewati tembok dan berjalan ngawang yang berarti mereka memang
hantu sungguhan!. Mereka berteriak meminta tolong , tetapi tak ada yang
mendengar. Ketika mereka hendak keluar kelas, ternyata pintunya terkunci.
Mereka memukul-mukul pintu dengan ketakutan, sedangkan hantu-hantu itu semakin
mendekat…
Di lapangan,
Farah lagi tidur dengan nyenyak walupun tidur beralaskan tikar. Sedangkan Insan
dan Sari sedang asik memainkan handphonnenya. Tiba-tiba Sari ingin ke kamar
mandi, ia mengajak Farah, dan Farah menolak menyuruhnya untuk pergi bersama
Insan. Tetapi Insan juga menolaknya. lalu sambil ngomel-ngomel, Sari pergi ke
kamar mandi sendiri. Setelah buang air kecil, saat ia akan kembali ke lapangan
tiba-tiba muncul genderuwo. Sari ketakutan dan berlari tanpa arah. Lalu…”bruk”.
Sari bertabrakan dengan ketua kelas 6A, Arif.
“kamu kenapa?” Tanya Arif sambil menuntun Sari untuk berdiri.
“aku tadi liat genderuwo!, sekarang sudah dimulai!! Sekarang
sudah…”
“sudah apa?, kamu ngomong apa sih?”
“pokoknya kita harus keluar dari sini sekarang juga, aku harus
cari teman-temanku yang lain”
Lalu mereka berdua mencari teman-teman mereka yang lain.
Pada saat
mereka berjalan menuju ke lapangan, mereka bertemu dengan teman-teman sekelas
Sari. Salah satunya ada Ocan, ketua Kelas Sari.
“can, sekarang sudah dimulai!”
“dimulai apanya?”
“yang dulu dibilang Pak Bon”
“kamu percaya?”
“beneran!”
Ocan langsung panik, sedangakan teman-teman yang lain kebingungan
dengan pembicaraan Sari dan ocan.
Tak lama
D’NiMelCa bertabrakan dengan mereka. Lalu mereka semuanya pada Ocan. Ocan
semakin panik.
“sekarang kita semua harus keluar dari sini” ucap Ocan tegas.
“oke. Tapi aku harus jemput Insan sama Farah dulu. Mereka…”
“Sariiiiiiiiiii, darimana aja sih. Kamu lupa jalan balik?” teriak
Insan dari kejauhan.
Sari menghela nafas panjang. “ayo keluar”
Mereka lalu berlari menuju gerbang sekolah, namun terdengar suara
gedoran pintu disertai teriakan dari dalam kelas 6D. mereka segera menuju kelas
yang pintunya tertutup rapat itu.
“hei, siapa didalam?” teriak Farah
“pintunya ga bisa dibuka” teriak Putri dengan suara serak
“itu suara Putri” ujar
Ocan. “put ini Ocan. Kita gabisa buka pintunya”
“iya aku tau Caaaan, mereka ada dimana-mana, tolong keluarin kita
dari sini” ujar Putri putus asa.
“kamu dorong pintunya dari dalam” ujar Ocan
Lalu bersama-sama mereka menarik pintu dengan sekuat tenaga. Dan
untunglah pintu itu langsung terbuka.
Lalu mereka
menuju gerbang sekolah, disana mereka bertemu dengan anak-anak kelas 6 yang
lain berlari keluar gerbang sekolah. Mereka miris melihat darah berceceran
dimana-mana, bau amis pun menyengat.
Tak
Lama kemudian, guru agama mereka datang dan membimbing mereka untuk bersama
membaca doa. Setelah itu, setan-setan itu pergi. Dan yang terlihat hanya mayat
Pak Prapto dan pemilik sekolahan beserta keluarganya.
Setelah
setahun kemudian, Insan, Farah , Dan Sari datang ke sd untuk halal bihalal
dengan guru-guru. Mereka bertemu dengan
teman sekelas mereka yang lain, saat mereka sedang asik mengobrol di kantin,
bernostalgia..
“sar, kamu belum cerita soal malam itu.” Kata Insan tiba-tiba
“malam itu?”
“oh, jangan bilang kamu mau bahas soal malam mengerikan itu lagi
San. Aku udah hampir lupa loh” Farah bergidik ngeri.
“kamu ngga penasaran sama apa yang dimaksud Sari dan ocan?”
Sari menghela nafas pendek. “jadi, kalian beneran mau tau?”
Insan menganguk dengan semangat.
“oi, boleh gabung?” potong Fifin tiba-tiba sambil membawa segelas
minuman.
“boleh.” Ucap Sari sambil meneguk minuman yang dibawa Fifin.
“oh, ayolah Sar. Kita nggak punya banyak waktu.”
Sari terkekeh.
“jadi san. Ternyata, pemilik tanah sekolahan ini dulu pernah punya
perjanjian sama hantu-hantu itu”
Fifin tersedak es yang dia minum. Farah melotot, Insan kaget.
“serius Sar? Pesugihan? Kok bisa? Trus guru-guru tau nggak? Trus…”
“san…san… kalem…. Aku certain semuanya deh. Tapi kalian diem dulu.
Oke?”
Insan, Farah dan Fifin berpandangan. Mereka lalu menganguk.
“jadi itu jam 3 sore. Waktu aku sama Ocan masih belum dijemput.
Kita berdua bantu Bu Sum yang lagi sibuk beresin kelas buat dipake UNAS besok.
Nah, waktu itu ada bangku yang kelebihan. Aku ada inisiatif buat balikin bangku
itu ke gudang, tapi Bu sum ngelarang dan bilang kalo Pak Bon aja yang
ngembalikan sendiri ke gudang. Tapi karena aku sama Ocan sok-sokan mau jadi
anak rajin, jadi kita tetep bersikeras buat balikin bangku itu ke gudang. Pas
di gudang, sebenernya sih awalnya nggak ada apa-apa, sampai tiba tiba ada angin besar lewat dan ada secarik kertas
lusuh yang jatuh. Aku dan ocan yang penasaran akhirnya ngambil kertas itu.
Kertas itu kosong, ngga ada tulisan apapun. Tapi tiba tiba darah merembes
keluar dari kertas itu, dan saat yang bersamaan juga muncul Pak Bon.”
“tunggu, tunggu. Pak Bon yang meninggal sehari setelah UNAS itu?”
Sari menganguk. “waktu itu Pak Bon nyeritain kisah kelamnya
pemilik sekolah ini. Ternyata, beberapa tahun yang lalu, secara turun temurun
keluarga pemilik sekolah punya pesugihan. Pesugihan tokonya gitu, dan
hantu-hantu itu minta tumbal setiap malam jumat tanggal 13.”
“dan kemarin waktu persami, itu tepat tanggal 13?” akhirnya Fifin
angkat bicara
Sari menganguk.
“trus hal-hal kaya gitu bakal keulang terus dong?” Farah gantian
yang kepo
“Pak Bon bilang, perjanjian bakal putus kalo keluarga pemilik yang
ngurus tanah ini meninggal. Karna itu sama aja dengan ngebebasin hantu-hantu
itu dari tali pesugihannya.”
Fifin udah mulai pusing.
“trus kenapa Pak Bon bisa tau soal pesugihan itu?” Tanya Insan.
“karna Pak Bon dulu pernah jadi salah satu saksi hidup yang
ngeliat hantu-hantu itu ngambil tumbal karyawan toko”
Farah bergidik ngeri.
“well, that’s all
sodari-sodari. Aku kebelet pipis, ada yang mau ikut?”
Farah, Insan dan Finska kompak menggeleng.
Setelah buang
air kecil, Sari bercermin di cermin belakang pintu. Saat sedang asik-asiknya
bercermin, tiba-tiba muncul sehantu kuntilanak yang mengedip-ngedipkan matanya
dengan centil. Sari kaget dan ketakutan, tapi ia malah mengeluarkan handphone.
“update dulu ah”
Lalu Sari selfie bersama kuntilanak itu.
The End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar