Rabu, 28 Maret 2018

bintang.

oh, hi. sudah lama sekali aku ngga nge-post.
dan sekarang ingin nge-post karena seseorang membuat aku ingat gimana menyenangkannya nulis di blog ini.
dan sebagai pembuka atas hibernasi panjang, aku persembahkan cerpen (kau tau pasti cerpen ini agak aneh tapi ya sudahlah) yang aku tulis beberapa bulan lalu. saat aku mulai dapat lagi inspirasi dan menemukan jalan menulis lagi.
ok?!            



          Namanya Bintang. Seperti namanya, dia adalah seorang yang bersinar terang dalam kegelapan.Menyinari langitku dengan sejuta pesonanya. Singkatnya, aku jatuh hati pada Bintang.
                Bintang punya segalanya, tapi ia tetap membumi. Tampan, pintar, baik hati, cekatan, seorang pekerja keras. Dan hal yang paling kusukai dari bintang adalah, sepasang matanya yang selalu bersinar indah dari balik bingkai kacamata. Ribuan kupu kupu serasa terbang menari didalam perutku saat melihatnya membetulkan letak kacamata yang melorot dengan buku jarinya.  Sedangkan aku, Gendhis. Seorang gadis jawa tulen, itulah sebabnya aku diberi nama Gendhis dan aku tidak menyukainya. Berkulit sawo matang dengan rambut keriting yang selalu berantakan. Aku benci dengan rambutku yang lebih mirip singa ini, namun Bintang bilang rambutku adalah hal terindah yang ia lihat. Aku selalu tersipu bila mengingat jemarinya memainkan tiap helai rambutku. Ah, Bintang selalu punya cara untuk membuatku tersipu. Bahkan pada saat aku sedang kesal padanya.
“kenapa sih kamu nggak suka di panggil Gendhis?, Gendhis kan artinya gula, manis. Sesuai dengan orangnya”
Dan sejak itu, aku jadi menyukai namaku sendiri. Gendhis.
                Sayap sayap harapan tumbuh seiring berjalannya waktu. Rasaku semakin tak terkendali. Aku jatuh cinta pada Bintang, bahkan dari segala sudut yang oranglain tak ketahui. Sampai tiba tiba Bintang, mengakui bahwa ia jatuh cinta pada sahabatku sendiri, Bulan. Dadaku terasa begitu sesak, ingin rasanya aku mengumpat. Memaki Bulan yang beberapa kali bertemu, berhasil merebut cahaya Bintang dariku. Namun bukan salah Bulan, tapi Bintang sendiri yang memberikan cahayanya.
“Bintang, aku suka kamu”
Bintang menghentikan langkahnya, lalu menatap wajahku lekat lekat.
“sejak kapan?”
“sejak pertama kita bertemu”
“lalu kenapa baru bilang sekarang?”
aku tertunduk, tak mampu melihat wajahnya.
“Bulan kemarin nyatain perasaannya ke aku”
Hening, kami sama sama diam. pikiranku meledak ledak.
“udah lah Bi, aku Cuma mau bilang aja kok. Jangan dipikirkan dalam dalam, sekarang kamu fokus aja sama Bulan”
“aku ngga mau nyakitin kamu, Dis”
“engga Bintang, kamu ngga pernah nyakitin aku.”
Mungkin ini memang waktunya bangun dari mimpi untuk menggapai bintang.
“Dis, aku…”
“Bi, aku tau kamu jatuh cinta sama Bulan. Jangan ragu lagi ya”
                Hatiku pilu, cahaya jingga senja yang selalu ku suka mendadak menjadi tak semenarik biasanya.
Dalam gelap malam aku melihatmu, bintang yang bersinar begitu terang.
Ingin ku gapai dan ku bawa pulang.
Dan jadikan milikku yang paling kusayang.
“Dis?” suara lembut ibu membuyarkan lamunan. “kamu nggak papa?”
Aku mengusap kedua kelopak mataku yang basah tanpa aku sadari.
“gapapa bu, cuma sedikit gelisah aja”
“Gelisah kenapa?, sini cerita sama ibu” ujar ibu sambil mendekat untuk duduk disebelahku.
“Bu, aku lagi suka sama seseorang tapi sekaligus patah hati”
Ibu tersenyum dan membelai lembut rambutku. “nduk, cinta yang kamu rasakan sekarang ini justru cinta yang lengkap. Karena kamu bahagia dan luka pada saat yang sama”
Ibu menghela nafas panjang. “Dis. Bahagia yang didapat dari luka itu jauh lebih berharga daripada bahagia setelah melukai orang lain”
                Aku berbaring menatap langit kamar sembari memikirkan perkataan ibu sore tadi. Tak lama handphone ku berdering nyaring. Ada notifikasi dari social media yang bertuliskan bahwa Bulan mengunggah sebuah  foto, ku buka notifikasi itu dan menemukan potret Bulan dan Bintang yang sedang bersama dalam suasana romantis, dengan senyum yang begitu bahagia. Air mataku meleleh, membanjiri pelupuk mata. Namun batu es dalam hatiku mencair, meleleh bersama derasnya air mata. Anehnya,  Aku merasa lega.
Ya, tak apa sayang.
Patahkan saja sayapku, agar aku tak lagi dapat terbang,
Agar aku tak lagi mencoba terbang ke langit.

Untuk menggapai kamu, sang bintang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar